Select Menu
Select Menu

Favourite

Jawa Timur

Wisata

Donasi Untuk Palestina

Culture

Transportasi Tradisional

Rumah Adat

Bali

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » Sejarah Singkat Pergantian Rezim di Tanah Jawa


Abahe Ramona 04.44 0



Tanah Jawa merupakan wilayah-wilayah yang didiami oleh suku Jawa. Suku Jawa diikat dengan bahasa Jawa sebagai bahasa keseharian mereka. Wilayah-wilayah yang dapat dikatakan sebagai tanah Jawa meliputi Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Wilayah Jawa mempunyai sejarah yang sangat panjang dan paling berpengaruh seantero Nusantara. 40% Penduduk negeri ini bersuku Jawa (yang ditunjukkan dengan kemampuan bahasa jawa yang diturunkan dari keduaorangtua mereka). Dan dalam satu lintasan sejarah, rezim-rezim di Jawa silih berganti dan menentukan jalannya sejarah bangsa Indonesia.

Jawa mempunyai sejarah yang sangat panjang. Pulau Jawa sudah dihuni selama ribuan lampau. Di Jawa, sudah ditemukan banyak fosil yang ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo,di Sangiran yang dikenal dengan nama Homo Soloensis atau Manusia dari Solo. Di masa sejarah, Jawa tengah juga mempunyai peradaban Kuno yang berdiri sejak Lama. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, berdiri candi terkenal, yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Selain itu, di Jawa terdapat puluhan-puluhan candi-candi dengan ukuran variasi. Di sekitar Prambanan sendiri terdapat banyak candi yang bercorak Hindu.

Kerajaan Tertua yang memerintah Jawa, yaitu Kerajaan Holing sekitar tahun 618 sampai 906 M, yang berpusat di Jawa Tengah. Pada masa-masa tersebut, Jawa mengalami kemakmuran. Pada tahun 674, Jawa iperintah seorang Ratu yang bernama Simo.

Di Jawa juga terkenal dengan Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram, sesuai dengan periodiknya terbagi menjadi dua, yaitu Mataram Hindu dan Mataram Islam. Mataram Hindu (Mataram Lama), yang memerintah Jawa pada abad ke 8 kerajaan Mataram berdiri di Jawa Tengah dan didirikan oleh Raja Sanjaya, dan para penerusnya bergelar wangsa Sanjaya., tetapi pada abad ke X berpindah ke Jawa Timur. Kerajaan ini lalu runtuh pada abad ke XI.  

Kerajaan ini meninggalkan banyak peninggalan baik berupa prasasti maupun candi yang tersebar i Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Candi tersebut bercorak Hindhu maupun Budha. Candi-candi tersebut yang terkenal adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Selain kedua candi tersebut, kerajaan ini juga meninggalkan peninggalan Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Sewu, Cani Mendut Dan Candi Pawon.

Di Jawa Timur berdiri sebuah Kerajaan Jawa, yaitu Singasari. Sebuah Kerajaan yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Raja terbesar dari Kerajan Singasari adalah Kertanegara. Ia seorang raja yang mempunyai wawasan yang luas, dan dari Kertanegara ini lah ia mengalihkan perhatian pada luar Jawa. Pada tahun 1275, ia mengirimkan pasukannya ke Sumatra untuk mempertahankan Kerajaan dari serangan bangsa Mongol. Pada tahun 1284, Raja Kertanegara juga membuat kebijakan untuk mengirimkan pasukannya ke Bali, setahun kemudian Kaisar Mongol, Kubilai Khan mengirimkan utusannya ke Singasari dan meminta Jawa untuk mengakui kedaulatan mereka. Hal ini ditolak tegas oleh Kartanegara. Kerajaan Singasari mengalami keruntuhannya dikarenakan adanya pemberontakan yang dipimpin oleh Jayakatwang yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Raja Kertanegara. Serangan tersebut mengakibatkan kematian Raja Kertanegara dan menandai pula keruntuhannya.

Setelah menaklukan kerajaan Singasari, Jayakatwang kemudian mendirikan Kerajaan Kediri. Pada saat itu lah tampil Raden Wijaya, dengan siasat jitunya ia mampu mengalahkan Jayakatwang dengan tentara Mongol, tetapi setelah tentara Mongol dapat mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya kemudian memerangi tentara Mongol lalu mengalahkannya, dan akhirnya tentara Mongol dapat diusir dari Jawa. Kemudian Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanutan dari Kerajaan Singasari. Raden Wijaya sendiri adalah menantu dari Kertanegara yang lolos dari maut. Ia lalu menyatakan dirinya sebagai Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirkan oleh Ken Arok, pendiri Kerajaan Singasari.

Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293 sampai tahun 1500 M. Puncak kejayaannya berada pada kekuasaan Hayam Wuruk, dengan patihnya Gadjah Mada. Pada pemerintahan ini, dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika atau Berbeda-beda tetapi tetap satu. Ki Patih Gadjah Mada juga bertekad akan menyatukan semua Nusantara menjadi satu pemerintahan. Pada masa patih Gadjah Maa ini pula, wilayah majapahit meluas, yaitu meliputi; Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dan Kepulauan Filipina. Kerajaan Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Thailand Birma dan Vietnam.

Ketika zaman Gadjah Mada ini pula dikenal dengan cerita pilu tentang seorang putri dari Kerajaan Suna, yaitu Citraresmi. Dalam sebuah babad diceritakan bahwa Gadjah Mada melamar Citraresmi sebagai istrinya. Lamaran dari Gadjah Mada itu diterima pihak kerajaan Sunda tetapi bagi Gadjah Mada, hal itu dijadikan strategi untuk mengalahkan Kerajaaan Sunda. Ketika keluarga Kerajaan Sunda mengantarkan putrinya pada tahun 1357 , dijadikan kesempatan bagi Majapahit untuk memaksa Kerajaan Sunda untuk takluk. Peperangan pun terjadi di lapangan Bubat, dan mengakibatkan Kerajaan Sunda takluk di bawah Kerajaan Majapahit. Hampir seluruh rombongan tewas, dan putri Citraresmi sendiri melakukan bunuh diri karena membela kehormatan kerajaannya.

Sesudah mencapai puncak kejayaannya pada abad ke 14 tersebut, maka kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Majapahit mengalami kemunduran akibat dari konflik yang disebabkan oleh perebutan tahta kerajaan. Pada awal abad ke 15, terjadi Perang Paregreg  antara Wirabhumi dan Wikramawardhana. Perang ini dimenangkan oleh Wirakamawardhana, yang kemudian menjadi raja resmi.

Pada masa ini lah terjadi ekspedisi Laksamana Cheng Ho ke Jawa. Cheng Ho merupakan seorang dari komunitas muslim China. Sejak abad ke 15, orang China sudah mendirikan perkampungan muslim di Semarang, Demak,Tuban dan Ampel. Masa-masa tersebut, agama Islam juga sudah berkembang terlebih dahulu sebelumnya. Agama Islam berkembang menjadi agama rakyat, sedangkan di Barat berkembang Kerajaan Malaka yang juga beragama Islam. Secara perlahan kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan runtuh sekitar tahun 1500 M.

Setelah Majapahit runtuh, kekuasaan di Jawa digantikan dengan sebuah Kesultanan Islam, yang didirikan pertama kali oleh Raden Patah. Kasultanan di Demak sebelumnya merupakan salah satu dari Kadipaten dari Kerajaan Demak. Kesultanan ini tidak berumur panjang, karena terjadi perebutan kekuasaan. Walaupun berumur singkat, Kesultanan Demak mempunyai pengaruh yang sangat dalam terhadap penyebaran agama Islam. Pada masa tersebut, Islam mengalami perkembangan lebih pesat dari sebelumnya, karena pada masa itu lah Walisongo menyebarkan dakwahnya di kalangan rakyat Jawa. Pada masa tersebut, juga mengirimkan armada perang untuk memerangi Portugis di Selat Malaka. Peninggalan Kerajaan Demak yang saat ini masih berdiri adalah Masjid Agung Demak.

Pendirian Kesultanan Demak ini sebenarnya diperebutkan oleh Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Raden Patah mendapatkan dukungan penuh dari Walisongo, sedangkan Ki Ageng Pengging mendapatkan dukungan dari Syeikh Siti Jenar. Demak mencapai kejayaannya, paa masa Pati Unus. Ketika masa pemerintahan ini, Sultan mempunyai visi akan menjadikan kesultanan Demak sebagai Kesultanan dengan kekuatan Maritim yang besar. Usaha tersebut dilakukan salah satunya engan melakukan peperangan terhadap Portugis. Oleh karena itu Pati Unus sering disebut sebagai Pangeran Sabrang Lor (Menyeberangi Lautan Utara).

Pada masa berikutnya, digantikan dengan Sultan Trenggana. Pada masa ini, Sultan berjasa dalam melakukan penyebaran Islam di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Pada masa Trnggana, Demak mulai menguasai beberapa aerah di Jawa, seperti Suna Kelapa, Tuban, Madiun, Surabaya, Pasuruan, Malang, Blambangan, sampai ujung timur Pulau Jawa. Sunan Trenggana meninggal akibat perang yang ia lakukan ketika akan menaklukan Pasuruan. Ia digantikan oleh Sultan Prawoto.

Pada masa Sultan Prawoto inilah Demak mengalami kemuduran. Akibat kemunduran itu diakibatkan ia ditentang oleh Pangeran Sekar, adik sultan Trenggana. Pangeran Sekar akhirnya terbunuh, dan Arya Penangsang melakukan pembalasan dengan menghabisi Sultan Prawoto. Dengan terbunuhnya Sultan Prawoto, maka Arya Penangsang menjadi Sultan Demak.

Paa masa Arya Penangsang ini pula, kerajaan Demak lebih melemah, karena banyak adipati yang memusuhinya. Arya Penangsang akhirnya terbunuh oleh Jaka Tingkir, kemudian memindahkan pusat Kerajaan di Pajang.

Menurut Kisah Babad Tanah Jawa, dinyatakan bahwa Jaka Tingkir merupakan anak dari Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging berkedudukan di Pengging, di bawa Kesultanan Mataram. Jaka Tingkir putra Ki Ageng Pengging ini kemudian mengabdi ke Kesultanan Demak, dan menjadi menantu Sultan Trenggana. Dengan pola nasab seperti inilah, Jaka Tingkir mempunyai legitimasi untuk menggantikan Raja Trenggana, setelah Sultan Prawoto dan Arya Penangsang terbunuh.

 Pada awal berdirinya Kerajaan Pajang, luas kekuasaan Pajang hanya meliputi sebagian dari Provinsi Jawa Tengah saat ini. Hal itu disebabkan karena, setelah kematian Sultan Trenggana, diikuti dengan konflik dan diikuti pula dengan pelepasan diri wilayah-wilayah jauh, seperti Jawa Timur. Pada masa tersebut, Jaka Tingkir menggunakan siasat pernikahan untuk meluaskan kekuasaan. Ia menikahkan Panji Wiryakrama, Pemimpin para Adipati di Jawa Timur, dengan salah satu putrinya. Kemudian Madura juga itunukkan, karena Penguasa Madura diambil menjadi Menantu Sultan Agung.

Masa kemunduran Pajang diakibatkan oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Sutawijaya, putra dari Ki Ageng Pemanahan. Sutawijaya merupakan penguasa daerah Mataram, dan di bawahnya pula, Mataram mengalami kemajuan. Peperangan antara Mataram dan Pajang terjadi pada tahun 1582, karena Sultan Hadiwijaya menghukum adik ipar Sutawijaya dengan dibuang di Semarang. Peperangan itu berakhir dengan kemenangan Mataram atas Kerajaan Pajang. Kerajaan Pajang berakhir pada pemerintaan Pangeran Pangiri, karena tidak ada putra mahkota yang menggantikannya. Ketika itu Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram, dan Pajang pun dijadikan salah satu Kadipatennya, dengan mengangkat adik Sutawijaya menjadi adipati disana.

 Sutawijaya bergelar Panembahan Senopati pendiri Mataram, dengan pusat Kerajaan diperkirakan di sekitar Kotagede. Setelah Panembahan Senopati meninggal dan dikuburkan di Kotagede, penggantinya berturut-turut adalah; Mas Jolang (atau Prabu Hanyokrowati), setelah itu Adipati Martoputro, kemudian beralih ke Mas Rangsapada.

Mas Rangsapada inilah yang dikenal sebagai Sultan Agung Hanyokrokusuma. Pada masa Sultan Agung berkuasa ini, luasnya meliputi Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Pada masa Sultan Agung ini juga terjai peperangan antara Mataram dengan pihak VOC. Sultan Agung digantikan oleh salah seorang Putranya yang bergelar Amangkurat I.

 Pada masa amangkurat ini lah terjadi ketidaksetabilan politik. Masa Amangkurat I, II dan III merupakan masa kelam Kerajaan Mataram. Amangkurat I setelah memindahkan pusat Kerajaan di Pleret, pada masanya Mataram harus bersekutu dengan pihak Belanda, untuk mengalahkan pemberontakan Trunajaya. Amangkurat II juga dikenal sebagai pribadi yang sangat patuh terhadap Belanda. Karena koalisinya dengan Belanda inilah banyak pihak yang menyatakan kecewa lalu timbul pemberontakan-pemberontakan yang memaksanya untuk memindahkan pusat kekuasaannya di Kartosura. (Dekat Pusat Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir). Pada masa Kekuasaan Amangkurat III, dikenal dengan peristiwa kelam, yaitu dibantainya ribuan ulama di alun-alun Kraton.

Pada masa Amangkurat III ini juga terjadi perpecahan Kerajaan Mataram. Pihak Belanda yang mempunyai kekuasaan juga mengangkat Pangeran Puger sebagai Raja dengan gelar Pakubuwana I. Amangkurat III menolak lalu ditangkap dan dibuang ke Ceylon. Pembagian dua wilayah mataram dapat diselesaikan sepenuhnya ketika masa Pemerintahan Pakubuwana III, yang membagi Mataram pada dua wilayah besar, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti yang dilakukan pada tahun 1755.

seiring dengan perjalanan sejarah kolonialisme Belanda, pihak penjajah semakin lama semakin menentukan kebijakan dan pemerintahan Mataram. setelah Perang Diponegoro hampir tak ditemukan serangkaian perlawanan dari para pangeran atau raja kraton terhadap penguasa kolonial. Pada masa sesudah politik etis, para bangsawan berkumpul mendirikan organisasi-organisasi keningratan. sedangkan pengaruh pada tingkat massa, pengaruh Sarekat Islam begitu besar bagi penduduk Jawa. Sarekat Islam lah sebagai organisasi yang benar-benar memperjuangkan nasib rakyat pribumi. Baik itu di Kasultanan Yogyakarta maupun Surakarta.

Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berakhir setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaannya. Yogyakarta mendukung penuh eksistensi Republik Indonesia, serta menjadi raja yang awal dalam mendukung bergabungnya Yogyakarta di pangkuan RI, sedangkan Kasunanan Surakarta belakangan. Keduanya kini masih eksis, Kasultanan Yogyakarta sekarang dipimpin oleh Sultan HB X, putra dari HB IX (Mantan Wakil Presiden sekaligus sebagai Pahlawan Nasional), dan Kasunanan Surakarta sampai saat ini diperebutkan oleh dua putra PB XII. Kedua “Kerajaan” tersebut kini tidak mempunyai kekuasaan politik, keduanya hanya sebagai simbol kebudayaan belaka. Tetapi Kasultanan Yogyakarta memiliki pengaruh terhadap masyarakat Yogyakarta dibandingkan dengan Kasunanan Surakarta.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama