Select Menu
Select Menu

Favourite

Jawa Timur

Wisata

Donasi Untuk Palestina

Culture

Transportasi Tradisional

Rumah Adat

Bali

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » Atas Nama Humanisme & Rakyat Tertindas


Abahe Ramona 08.10 0



Ketika hari terasa suntuk.. menulis seperti memberikan solusi .. sudah tentu menulis tentang tema yg kita inginkan, bukan tema pesanan.

Tema yang kita angkat, berdasarkan rasa "penasaran" kita, tentang dunia kita, dan hal itu mampu memuaskan jiwa kita. sudah tentu menulis itu bukan lah seperti lilin, ia mampu menerangi sekitarnya, tapi dengan penerangan itu, dirinya sendiri perlahan-lahan musnah.

Rasa penasaran saya saat ini adalah tentang "Para Pendukung Nilai & Rasa Kemanusiaan dengan Korelasinya dengan nilai-nilai  yang mereka junjung sendiri".

Pertanyaan terus berlanjut dalam benakku, "apakah mereka secara pribadi-pribadi merupakan sosok-sosok humanis, sebagaimana yg mereka teriakkan setiap hari?", entah  satu hari sudah ribuan kali mereka suarakan kata itu, tapi itu sama sekali tak membuktikan mereka itu seorang humanis bukan?

Sudah tentu, apabila orang-orang seperti itu naik mobil di jalanan, mereka tak sempat memikirkan bahwa mobilnya akan menghalangi banyak motor-motor yang akan melewatinya, mereka juga tak peduli mobil mereka suatu saat akan memacetkan jalanan, karena AC mobil sudah tentu membuat mereka nyaman. Jadi kita tak perlu repot2 membayangkan mereka akan turun ke jalan, dan meminta ma'af kepada para pemakai jalan lainnya. Itu hal yang mustahil, jadi mereka manusia normal juga, bukan manusia super penyayang.

Mereka juga teriak-teriak kemiskinan, mencela perilaku korupsi, dan membela kepentingan rakyat. tapi apabila mereka yang sudah berhasil menggunakan ungkapan2 "humanis" seperti itu menaiki sebuah mobil dan menyandang laptop, sudah berapa ratus orang fuqoro' yang mereka lewati, mereka pun tak peduli. ya, ini memang hal yang logis dapat dialami semua orang.

Jadi apabila ada seminar tentang kemiskinan oleh kaum-kaum pecinta kemanusiaan, di restoran, di hotel mewah, di ruangan mewah berfasilitas lengkap, kita jangan heran ya? memang itu lah suatu keberhasilan mereka menggunakan kata "kemiskinan" untuk bisa beli laptop, hp mewah, dan suatu saat bisa juga membeli mobil mewah, apalagi untuk membeli tanah murah.

Banyak pejuang rakyat dari kalangan mahasiswa,, mereka sangat idealis memperjuangkan rakyat dan berteriak "On the Name of Victim of Oppression", tapi, 5 tahun sesudah masa puncak mereka jadi aktivis, kemungkinan besar perut mereka sudah buncit kebanyakan lemak, & sibuk ngurusin sendri bersama keluarga. Tapi sebagian dari mereka tetap "mengurusi rakyat", karena memang dengan "menjual isu kemiskinan" mereka dapat keluar dari kemiskinan.

Jadi bagi para aktivis kemanusiaan, kita sama2 jujur saja , memang itu lah kenyataan, kenyataan itu memang terkadang pahit rasanya. tapi alangkah bagusnya fakta itu diketahui oleh orang banyak, biar kita sama-sama dapat dilihat sebagai manusia biasa semua. Ente tak cukup humanis untuk mengajarkan nilai-nilai humanis bagi gue, dan gue pun mungkin sama2 tak pantasnya untuk mengajarkan nilai-nilai humanis buat ente2 juga.

Menurut kamus KBBI, yang dinamakan humanis itu "orang yg mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yg lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama umat manusia".

Nah sesuai dengan definisi itu kita semua ada unsur2 itu semua kok. dari FPI sampai Satpol PP. Kita mengutuk-ngutuk Satpol PP yang dengan tega nian menggusur perkampungan, dengan sebutan "tak memiliki jiwa manusiawi". Kita menyebut mereka tak mempunyai jiwa manusiawi pun alasannya mudah, karena kita tak mempunyai anggota keluarga yang satpol PP bukan?

Andaikan anda sekarang ini teriak2 Satpol PP kejam, apakah ada jaminan ketika anda menduduki pimpinan suatu daerah akan terjamin rakyat miskin bebas penggusuran?? andaikan logika ini diterima, kita liat saja orang-orang yang tiap harinya ribuan kali kata "kemanusiaan"meluncur dari mulutnya ketika jadi Bupati. hehehehe

Kita ribuan kali meneriakkan "ganyang korupsi" tapi percuma kalo itu hanya disuarakan oleh saya dan anda, karena kita tak mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi. Andaikan kita jadi petugas pajak dengan kedudukan seperti gayus, kita punya relasi sangat dekat di kalangan pengusaha, apakah kita jadi selancang sekarang dalam meneriakkan anti korupsi?? Jadi siapapun orang yang mempunyai posisi seperti gayus, mempunyai kesempatan yang sama dengan gayus, lidahnya terasa sulit digerakkan utk meneriakkan yel-yel anti korupsi daripada kita2 ini sebagai kaum proletar. apabila gayus sekarang hanya seorang diri, bukan karena memang dia sendiri yang melakukan korupsi, ia hanya "sample" dari keberadaan yang lain. Karena, orang yang ribuan kali teriak "kemanusiaan" itu mempunyai perasaan manusiawi dengan kita-kita semua, maka dia kemungkinan juga cenderung bersikap yang sama apabila dalam posisi seperti gayus. Jadi kita gak usah heran, di lembaga-lembaga negara dengan potensi korupsinya tinggi, tidak pernah berdiri perserikatan kemanusiaan yang anti Korupsi yang sangat kenceng meneriakkan slogan-slogan anti korupsi.

Karena kita sudah sepakat bahwa orang yang ribuan kali dalam seharinya meneriakkan "nilai-nilai kemanusiaan" itu sebagai manusia biasa, dan mempunyai rasa kemanusiaan yang sama dengan kita. Bedanya, METODE NARSIS kita berbeda dengan mereka.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama