ANTARA FOKE, JOKOWI DAN BANJIR DKI
Abahe Ramona
01.49
0
“Hendaklah Kamu melihat apa yang terjadi di masa lalu, sebagai pelajaran di masa depan”. Sekelumit nasehat dari Tuhan untuk kita semua tentang pentingnya sejarah. Tak kurang dari Soekarno sendiri menyandikannya dengan ungkapan “Jasmerah” (Jangan sekali-kali melupakan sejarah). Dalam kata mutiara bahasa Indonesia ditemukan ungkapan unik “Hanya Keledai yang jatuh pada lubang yang sama”. Artinya kita harus berhati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang telah kita perbuat di masa lalu. Yang dikehendaki oleh kata2 mutiara tsb adalah agar kita punya memori jangka panjang, bukan memori jangka pendek. Gembar-gembor Kebangkitan Mobil Nasional (Mobnas) sendiri mudah dilupakan, dan kini nasibnya udah mangkrak, gagal uji emisi, tidak dipakai satu pun kepala daerah sebagaimana yg digembar-gemborkan dulu.
Dalam
konteks Jakarta, rakyat DKI sendiri sudah melupakan Foke, dan hujatan
dan kritikan yang ditujukan kepadanya ketika beliau menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta, akibat kegagalannya mengatasi banjir. Tulisan ini
mengambil sikap “Positif thinking”
terhadap kepemimpinan para Gubernur Jakarta, termasuk dalam
Kepemimpinan Foke ataupun Jokowi. Karena tiap Pemimpin daerah, siapa
saja, PASTI mempunyai program-program yang seluruhnya dibiayai oleh APBD
setempat, atau dengan bekerjasama dengan donator barat (seperti JRF)
dalam melakukan pembangunan, baik fisik maupun non fisik.
Termasuk
dalam penanganan banjir, siapapun pemimpin Jakarta, PASTI sedikit
banyak membuat kebijakan terkait dengannya. Dana APBD dari pemerintah ke
Dinas PU dan BPBD/BNPB, pasti cair terkait dengan penanggulangan
bencana banjir. Program-program
tersebut dari Gubernur satu dilanjutkan dengan Gubernur lainnya, secara
berkesinambungan. Sehingga siapapun Gubernurnya, tak mungkin membangun
(dalam hal penanggulangan bencana banjir) dimulai dari titik 0. Bahkan
pada tiga tahun pertama kepemimpinan Foke, menganggarkan 1, 677 T untuk
membiayai Program penanggulangan banjir.
Tak
perlu lagi dijelaskan apa saja yang telah dilakukan oleh Jokowi, karena
kami sangat yakin, apapun program yang dicanangkan oleh Jokowi, sudah
dijelaskan secara gamblang
oleh media-media konvensional, baik cetak maupun elektronik. Jangankan
Program-programnya, Jokowi tertawa, haru, nonton konser, naik bis,
menghadiri ini menghadiri itu, saja bisa dijelaskan secara gamblang oleh
media, apalagi terkait program-progam yang tengah dijalankannya. Hal
ini berbeda ketika pada masa Foke, jangankan Foke kentut, Foke jungkir
balik bangun program dengan serap anggaran Triliunan sekalipun belum
tentu dilirik media.
Program-program
penanganan banjir yang dilakukan oleh Foke salahsatunya adalah
tembusnya Kanal Banjir Timur (KBT) ke Laut. Dalam waktu 2 tahun, ia
dapat membebaskan tanah 4.600 m2 . KBT tembus ke Laut Jawa
pada akhir 2009 , berfungsi sepajang 23,57 kilometer, dengan lebar
bervariasi antara 100 -200 meter dan kedalaman 3,7 meter. KBT mampu
mengatasi kawasan genangan air di Timur dan Utara Jakarta. Selain itu,
data dari dinas Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pada masa ini,
Pemerintah DKI telah membebaskan 18 dari 78 kawasan genangan air, dan
telah membebaskan 33 dari 106 genangan air di Jalan. >> http://www.suarapembaruan.com/home/foke-mengaku-serius-tangani-banjir/234
Pemprov
DKI pada masa Foke juga melakukan hal yang sama dengan apa yang
dilakukann oleh Jokowi. Pada masa Foke dilakukan normalisasi sungai
dengan melakukan pengerukan sungai, pengerukan 56 saluran air,
Pembangunan pengendalian banjir di 18 lokasi, rehabilitasi waduk dan
situ, pembangunan waduk pluit, dan pembangunan saluran terowongan
penghubung Kanal Banjir Barat (KBB) dan KBT. >> http://news.okezone.com/read/2010/10/07/338/380115/fauzi-ahlinya-bowo-bicara-soal-banjir-jakarta
.Hasilnya, Foke mengklaim sebanyak 40 titik genangan dapat dihilangkan,
tinggal 60 titik, dan pada akhir pemerintahan Foke, ia mengklaim
tinggal tersisa 18 titik lagi. >> http://f1nusia.blogspot.com/2012/04/program-kerja-foke-dan-nara.html .
Tak
hanya pada bidang pembangunan fisik dalam penanganan banjir, tetapi
dalam hal melakukan rencana kontinjensi atau aktivitas pengurangan
dampak dari risiko bencana, telah dirancang oleh Fauzi Bowo, bahkan
sebelum musim hujan datang. Salah satunya adalah, menggelar Apel yang
diikuti oleh 6.844 personil gabungan dari Satpol PP, TNI/Polri,
Camat/Lurah, dan dinas-dinas terkait pada November 2011. >> http://megapolitan.kompas.com/read/2011/11/30/10264072/Foke.Jakarta.Siap.Hadapi.Banjir .
Fauzi
Bowo juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran Walikota di lima
kotamadya di Provinsi DKI dan Dinas Pekerjaan Umum DKI untuk menganalisa
dan mengkaji seluruh ancaman dan kerentanan terhadap bencana banjir di
semua wilayah-wilayahnya masing-masing. Analisa itu terutama ditujukan
untuk mengkaji penyempitan dan pendangkalan di sungai-sungai yang
mengalir melewati lima kotamadya DKI. >> http://www.sindotrijaya.com/news/detail/291/foke-instruksikan-seluruh-wali-kota-analisa-banjir#.UtjPU_tESho Meski demikian, Jakarta tetap saja banjir, dan pada akhirnya, secara gagah berani, Foke mengaku gagal menangani banjir Jakarta.
KLAIM-KLAIM
telah melakukan ini melakukan itu, memang kecenderungan SEMUA pemimpin
yang sedang atau telah memimpin sebuah daerah, termasuk Foke ataupun
Jokowi. Jokowi sendiri ketika mau meninggalkan Solo, mengklaim bahwa
titik rawan bencana banjir di Solo hanya tinggal satu, meski hal ini
tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan. >>http://www.tempo.co/read/news/2012/03/22/228391849/Solusi-Banjir-Jakarta-ala-Jokowi
. Klo Jokowi sekarang mengklaim telah menghilangkan beberapa titik
banjir di Jakarta, maka hal itu sebenarnya sama pernah dilakukan oleh
Foke ketika memimpin Jakarta, atau pernah ia lakukan di Solo. Semestinya
BNPB menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata “telah berhasil menghilangkan titik banjir”, dan dijelaskan secara konkret titik-titik mana saja yang telah dihilangkan, apakah ada jaminan bahwa titik itu tak lagi banjir jika hujan deras melanda Jakarta?. Sehingga, pemimpin tak lagi omong sembarangan hanya bertujuan ber-apologi semata.
Klaim telah bangun ini bangun itu, melakukan ini melakukan itu,
biasanya dilakukan agar Pemimpin Daerah tak disalahkan ketika banjir
melanda wilayahnya. Pada masa Jokowi saat ini, kita tak usah heran jika
Media Massa, selain menayangkan banjir, juga menayangkan apa saja yang
telah dilakukan oleh Jokowi, dari normalisasi waduk, pengerukan sungai,
sampai penggusuran-penggusuran rumah di Puncak. Dalam Komunikasi
Politik, hal ini berarti mereka hendak mengatakan kepada warga DKI bahwa
mereka telah MAKSIMAL, dalam melakukan pencegahan terhadap banjir.
Jika
pada masa Foke saja, dimana pers begitu keras terhadap pimpinan Pemprov
setempat, dapat mengklaim keberhasilan menghilangkan titik-titik
banjir, apalagi pimpinan Pemprov dimana pers begitu lunak terhadapnya,
bahkan sangat dimanjakan. Pers dimanapun punya pengaruh sangat besar,
bahkan di Negara dengan tingkat pendidikan tinggi seperti di AS, Pers
sendiri disebut dengan “4th Power” (kekuatan Keempat), karena begitu besarnya tekanan dan pengaruh pers. Apalagi, di Negara berkembang, dimana tingkat pendidikannya relative rendah, sehingga sangat mudah dikontrol opininya.
Ketika
musim hujan turun, Jakarta Banjir, banjir kritik, bahkan hujatan
ditujukan kepada Foke. Berikut ini adalah contoh judul-judul Media Massa
Online, menghujat kepemimpinan Foke ketika banjir melanda Jakarta;
- “Ada yang Tahu Dimana Foke Saat Banjir Kepung Jakarta” >> http://www.tribunnews.com/nasional/2010/10/26/ada-yang-tahu-dimana-foke-saat-banjir-kepung-ibu-kota
- Komnas HAM Tak Pernah Lihat Prestasi Foke >> http://news.liputan6.com/read/386907/komnas-ham-tak-pernah-lihat-prestasi-foke
J K: Gagal Bangun Jakarta, Foke Tak Usah Ikut Pilgub Lagi >> http://nasional.kompas.com/read/2012/02/23/17494547/JK.Gagal.Bangun.Jakarta
- Foke Gagal Atasi Banjir dan Macet >> http://korankota.co.id/page/berita/foke-gagal-atasi-banjir-macet
-
Dan
masih banyak lagi judul-judul yang berintikan pada kegagalan Foke
menangani Jakarta, akibat banjir yang melanda ibukota. Tetapi hal yang
sama sama sekali tak terjadi pada Jokowi. Bahkan, banjir bandang di
Jakarta saat ini fakta yang sebenarnya terjadi di Jakarta jauh lebih
parah daripada apa yang disuguhkan di media.